etika dan profesi
Rangkuman Jurnal
SEBUAH KAJIAN PADA UNDANG-UNDANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE)
karya Wahyu Agus Winarno
Abstrak
Teknologi informasi mendapat peran
penting dalam perdagangan dan pertumbuhan ekonomi nasional untuk memberikan
kesejahteraan sosial. Ini selaras dengan tujuan baik basis maupun niat UU ITE
yang saat ini sedang berkembang
perdagangan dan perekonomian nasional untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat .
Ada beberapa hal yang paling
sering difokuskan dalam UU ITE, misalnya masalah spamming, baik untuk spamming
email dan juga masalah penjualan data pribadi oleh perbankan, asuransi, virus,
worm komputer (masih tersirat pada Bagian 33) khusus untuk pengembangan dan
siarannya.
Pendahuluan
Semakin berkembangnya penggunaan
internet dan teknologi informasi sebagai media untuk bertransaksi dan
berkomunikasi elektronik, maka akan semakin menjadikan tia akan lebih mudah dan
cepat. Di sisi lain, juga memunculkan dampak yang besar terhadap meningkatnya
kejahatan di dunia cyber. Keamanan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan
Kejahatan ITE selalu beradu dalam berbagai persoalan terkait dengan Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE). Sesuai dengan penjelasan pada UU ITE,
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik
perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang
bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan
melawan hukum.
Sesuai
dengan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, kejahatan dunia
cyber hingga pertengahan 2006 mencapai 27.804 kasus.
Pembahasan
Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) terdiri dari 13 bab dan 54 pasal, terdiri dari
beberapa bagian yang dirangkum sebagai berikut:
Informasi dokumen, dan tanda
tangan elektronik = tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN
Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
Penyelenggaraan sertifikasi
elektronik dan sistem elektronik = UU ITE berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar
Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
Transaksi elektronik =
Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik
ataupun privat dan para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang
berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya serta Pengirim
atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang
dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
Pengaturan Nama domain dan Hak
Kekayaan Intelektual dan perlindungan hak pribadi.
Perbuatan yang dilarang (cybercrime)
dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
- Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
- Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
- Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
- Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking
- Penyelesaian sengketa = Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian atau secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
- Penyidikan = dilakukan berdasarkan ketentuan dalam KUHAP dan ketentuan dalam UU ITE dan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Ada beberapa hal yang dapat
penulis kritisi terkait dengan UU ITE ini, yaitu:
1. Pasal Krusial
Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2.a Ayat 1:
Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban
memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
Ayat 2: Pengamanan Tanda Tangan Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi: a. sistem tidak
dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak
Riviu Kritis
Pada
pasal 12 (1) disebutkan bahwa ada kewajiban untuk memberikan pengamanan, dan
terkait dengan pasal 2.a pengamanan sekurang-kurangnya meliputi sistem tidak
dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak. Ada ketidakjelasan mengenai
batasan kewajiban terhadap pengamanan tanda tangan elektronik. Kalau
diinterpretasikan, maka “kewajiban tidak terbatas” berlaku untuk orang
yang terlibat dalam tanda tangan elektronik tersebut, supaya system tidak dapat
diakses orang lain yang tidak berhak. Permasalahan akan muncul jika pengamanan
dapat dibobol pihak lain, tentu pihak yang dirugikan atas tanda tangan
elektronik tersebut akan menuntut pihak pemilik tanda tangan.
2. Pasal Krusial
Pasal 15 ayat 1 dan 3 Ayat 1: setiap penyelenggara sistem elektronik harus
menyelenggarakan sistem elektronik secara “andal dan aman” serta
bertanggungjawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya.
Ayat 3: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal
dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian
pihak pengguna Sistem Elektronik.
Riviu Kritis
Kata
“andal dan aman” dalam pejelasan diartikan sebagai: “Andal” artinya
Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
penggunaannya. “Kata sesuai dengan kebutuhan penggunanya” masih banyak
menimbulkan interpretasi yang berbeda bagi setiap pembaca UU ITE ini.
Seharusnya dijelaskan lebih rinci mengenai spesifikasi yang dapat memenuhi
kebutuhan pengguna, sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi.
“Aman”
artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik. “Kata penjelas
terlindungi secara fisik dan nonfisik” juga harus dijelaskan lebih
detail mengenai apa yang dimaksud terlindungi secara fisik dan nonfisik.
Ayat 2 menyatakan bahwa “Penyelenggara Sistem
Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya” hal
ini tidak berlaku jika dapat dibuktikan terjadi keadaan memaksa, kesalahan
dan/atau kelalian pihak pengguna elektronik. Maksud dari “keadaan memaksa,
kesalahan dan/atau kelalian pihak pengguna elektronik” perlu diberikan tambahan
penjelasan dalam penjelasan atas UU ITE. Sedangkan pada penjelasan UU ITE pasal
15 ayat 3 sendiri.
3. Pasal Krusial
Pasal 23 ayat 2 dan 3 Ayat 2:
Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara
sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
Ayat 3: Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan
Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara
tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain
dimaksud.
Riviu Kritis
Disebutkan
bahwa didasarkan pada itikad baik, tidak melangar prinsip persaingan usaha
secara sehat dan tidak melanggar hak orang lain, hal tersebut masih sebatas
pada penggunaan nama domain untuk tujuan busines atau persaingan usaha dan
perlu diatur juga bagaimana untuk menunjukkan bahwa pemiliknya tersebut memang
benar-benar berdasar pada itikad baik. Karena pada pasal ini tidak secara
eksplisit mengatur terkait dengan pemilikan nama domain yang “dengan sengaja”
bertujuan untuk itikad yang tidak baik. Bagaimana kita bisa meyakinkan kalau
pemilikan domain itu ketika proses pendaftaran hanya ditujukan untuk menghambat
atau mendompleng reputasi orang atau menyesatkan konsumen? Perlu ada tambahan
ayat yang menyatakan bahwa dengan adanya pendaftaran nama domain yang serupa
tidak menjadikan pengguna tersesat dalam pemakaian domain yang lain.
Teori etika
Arens (2010:67) menjelaskan perilaku beretika diperlukan
oleh masyarakat agar semuanya dapat berjalan secara teratur. Tanpa
penerapan etika, profesi akuntan publik tidak dapat berkinerja secara
maksimal karena salah satu sumber informasi yang dapat digunakan dalam
pembuatan keputusan bisnis yaitu bersumber dari informasi akuntan.
Teori profesional
“Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa
kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual
yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau
tidak” (Kalbers dan Fogarty, 1995 dalam Herawaty, 2007).
Kesimpulan
UU ITE
merupakan undang-undang yang dibuat untuk menindak lanjuti Penggunaan internet
dan teknologI informasi sebagai sarana bertransaksi dan berkomunikasi secara
elektronik. Dalam undang-undang tersebut masih banyak hal yang perlu
ditambahkan terutama kesesuaian dengan paragaraf menimbang huruf “e”
yaitu bahwa pemanfaatan teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan
dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan tujuan kedua dari asas dan tujuan UU ITE yaitu “mengembangkan perdagangan
dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
rakyat”.
Isi dari UU ITE
yang paling krusial adalah Justru menekankan pada perbuatan-perbuatan yang
tidak bersinggungan langsung dengan perdagangan elektronik, seperti pasal 27
ayat 1 dan 3, pasal 28 ayat 2, dan Pasal 29 yang cenderung menekankan masalah
social seperti asusila, perjudian,penghinaan, pemerasan, berita bohong dan
menyesatkan, berita kebencian dan permusuhan, ancaman kekerasan dan
menakut-nakuti. Masalah-masalah tersebut adalah juga krusial yang seharusnya
secara eksplisit diatur dalam UU ITE, karena menyangkut juga demi terciptanya
kelancaran transaksi elektronik khususnya perdagangan elektronik
Sumber:
Komentar
Posting Komentar